Karya : Jon Blitar
Jalan yang kutapak nampak kusut, selepas kabut mengibas embun. Ditambah ini kaki diusap mendung, semakin pekat saja mata menatap fajar.
Ah! Andai saja aku tak perlu khawatir tentang napas yang bersandar pada sepotong nasi, mungkin aku tak sekurus tiang-tiang lidi yang berbaris rapi menyangga langit.
Bukankah hidup hanya untuk selingkar piring dan bulan yang berjuntai-juntai di atas sajadah? Dan angka-angka akan selalu mengitarinya.
Sebaiknya kunikmati saja tubuh basah ini, dari mata yang sesekali melahirkan hujan. Lalu, kulayarkan sampan yang terbuat dari inti pikiran.
Menyusuri sungai-sungai sunyi, sembari memunguti 99 batu-batu suci. Sebelum tabah bermuara di tanah noktah.
Blitar, Juli 2020.
Komentar
Posting Komentar