Langsung ke konten utama

Cari Buku Terbit: Input Code QRSBN

MEMOAR KERETA | Puisi Wahyu Cristian Adi Setya

Karya : Wahyu Cristian Adi Setya

Kau tahu
Sabab bersandar di pelataran rumah ibu
Semakin aku tersadar perihal sedu-sedan kehilangan
Kehilangan yang beringsut merajah di sekujur badan
Sebagaimana jamur di musim penghujan
Yang merimbun menumbuk kenangan

Tak lagi kutemui hingar-bingar perayaan dikandung badan;
Lambaian tangan melepas kepergian
Lenguh getir pengemis menjajakan kemiskinan
Lengking sumbang pedagang mempertaruhkan harapan
Ataupun keberanian gerumbul pencopet menantang kematian

Barangkali telah datang suatu hari
Di mana hanya terdengar derap langkah barisan sepi
Yang tengah terhuyung-huyung menapaki
Tangga bordes di belakang kemudi

Tanpa sempat mereka ketahui;
Sekelumit lakon romansa itu perlahan-lahan telah mati
Dihabisi rentetan peluru aturan yang tak cukup manusiawi

Di pelataran rumah ibu aku kembali tergugu
Berharap dapat merambati dinding waktu
Dan bergegas mendobrak pintu masa lalu
Untuk bertemu dengan para penemu

O, William Murdock
O, George Stephenson
Kepada kalian aku hendak mengadu

Probolinggo, 2020.

Tafsir :

Sesuai judul "Memoar Kereta" yang artinya kenangan atau mengenang dalam kereta. Di sini penulis ingin bermain dengan kenang-kenangan atau catatan peristiwa masa lalu yang menekankan pendapat, kesan atau tanggapan yang dikemas dalam tema kritik sosial. Dan juga dihiasi dengan struktur puisi yang berima, meski tidak beraturan. Terbukti pada baris-baris tiap baitnya didominasi dengan permainan rima akhir.

Bait pertama :

Penulis ingin menunjukkan kepada pembaca, bahwa si "Aku" benar-benar kehilangan sesuatu. Sesuatu yang disampaikan dengan penuh luapan emosi/ketidakrelaan atas _Kehilangan sesuatu yang beringsut merajah di sekujur badan_

Bait kedua :

Pada bait kedua ini, rupanya penulis memberi penjelasan bahwa "Aku" kehilangan _sesuatu_ adalah kebebasan. Ya, kebebasan pengemis, pedangang ataupun pencopet dalam menyambung hidup mereka

Bait tiga :

Dalam bait ini si "Aku" ingin menegaskan kembali dari bait sebelumnya, bahwa "Aku" benar- benar merasakan kehilangan mereka. _di mana hanya terdengar derap langkah barisan sepi_. Tak ada lagi pengemis, pedagang ataupun pencopet.

Bait empat :

Di bait inilah sebagai alasan, mengapa si "Aku" merasa kehilangan dengan segala kehidupan mereka ( pengemis, pedagang dan pencopet ) di dalam kereta. Ya, seiring rentetan rezim yang silih berganti, aturan-aturan baru terus bergerak mengikuti _peluru aturan_ tuan-tuannya.

Bait lima dan enam :

Letnan William Murdock seorang pelaut dengan kisah terakhirnya bersama RMS Titanic dan juga Insinyur George Stephenson seorang pembuat jalan keretapi umum yang pertama Stokton-Darlington dibuka pada tahun 1825. ~Wikipedia
Di bait ini, si "Aku" tak ada yang bisa ia lakukan atas aturan-aturan tuannya yang tak manusiawi selain berandai-andai dalam angan hingga berharap bisa _mendobrak pintu masa lalu dan mengadu kepada para penemu_

Kesimpulan :

Di dalam puisi ini si "Aku" merasa kecewa dengan keadaan kehidupan sekarang. Ya, seiring pemerintahaan yang terus silih berganti, diiringi pula aturan-aturan yang tidak manusiawi

Pesan :

Bahwa inilah kenyataan, semakin banyak pengangguran seiring penertiban aturan-aturan baru dari pemerintah tanpa memikirkan nasib perut mereka.

Demikian hasil analisis/bedah/tafsir dari saya. Jika ada kesalahan dalam menafsir atau mengandung kata-kata yang tidak berkenan, saya mohon maaf.

Komentar